Saat ABRAHAM LINCOLN
(1809-1865) masih pengacara muda, ia sering berkonsultasi dengan
pengacara lain tentang kasusnya. Suatu hari, ia duduk di ruang tunggu
untuk menjumpai seorang pengacara senior. Tapi ketika tiba waktunya,
pengacara itu hanya melihat Lincoln sekilas dan berteriak, “Apa yang dia
lakukan di sini? Singkirkan dia! Aku tidak akan berurusan dengan seekor
monyet kaku!”
Lincoln berpura-pura tidak mendengar, walaupun dia tahu kalau hinaan
itu disengaja. Biarpun malu, dia tetap bersikap tenang. Kemudian ketika
pengadilan berlangsung, Lincoln diabaikan. Namun pengacara yang telah
menghina Lincoln dengan begitu kejamnya, ternyata bisa membela kliennya
dengan brillian. Penanganannya atas kasus itu membuat Lincoln terpesona.
Katanya dalam hati, “Nalarnya sangat bagus. Argumennya tepat dan sangat
lengkap. Begitu tertata serta benar-benar dipersiapkan! Aku akan pulang
dan lebih giat belajar hukum lagi.”
Waktu berlalu…
Lincoln menjadi presiden Amerika Serikat pada bulan Maret 1861. Di
antara kritikus utamanya, terdapat Edwin M. Stanton, pengacara yang
pernah menghinanya dan melukai hatinya begitu dalam. Namun Lincoln
mengangkatnya di posisi penting sebagai Sekretaris Perang. Ia tidak
pernah lupa bahwa Stanton adalah pengacara berotak cerdas, yang amat
dibutuhkan negaranya.Saat Lincoln meninggal, Stanton berkata, “Dia merupakan mutiara milik peradaban.”
Hanya seseorang yang berkarakter dan mau memaafkan seperti Lincoln, dapat bangkit & berhasil di atas penghinaan! Maka, jaga suasana hati. Jangan biarkan sikap buruk orang lain menentukan cara kita bertindak. Pilih untuk tetap berbuat baik dan belajarlah memafkan. Jadikan “sampah” sebagai “pupuk” atau “bahan bakar” untuk maju—baik di lingkungan keluarga, kerja, atau tempat tinggal kita.Best regards,
Fadhil Fraya, AMd
Librarian
STIPAP Medan
fadhil_fraya@yahoo.co.id
http://www.stipap.ac.id/
Librarian
STIPAP Medan
fadhil_fraya@yahoo.co.id
http://www.stipap.ac.id/
0 komentar:
Posting Komentar