• Koleksi Terbaru Perpustakaan
  • Tampilan Internet Free Untuk Pemustaka
  • Ruang baca Perpustakaan
  • Ruang Baca Perpustakaan
  • Ruang Koleksi Umum
  •  Ruang Koleksi Umum
  • OPAC PERPUSTAKAAN STIPAP
  • Ruang Koleksi Referensi
  • Ruang Koleksi Referensi
  • Ruang Baca Referensi
  •  Ruang Baca Referensi
  •  Pelayanan Sirkulasi
  • Telaah Pustaka
  •  Telaah Pustaka
  • Tampilan Depan Perpustakaan
  •  Tampilan Depan Perpustakaan
  •  Persentasi Perpustakaan Terbaik Sumatera Utara Tahun 2013
  •  Tampilan Kampus STIPAP
  •  Tampilan Kampus STIPAP
  •  Tampilan Kampus STIPAP
  •  Penghargaan Perpustakaan Terbaik Sumatera Utara
  •  Penghargaan Perpustakaan Terbaik Sumatera Utara
  •  Penghargaan Perpustakaan Terbaik Sumatera Utara
  •  Tampilan Kampus STIPAP
  •  Tampilan Kampus STIPAP

Welcome To Blog Library STIPAP Medan

Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Library Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan Medan

LIBRARY AWARDS 2014

Perpustakaan Terbaik 2013

Senin, 21 Februari 2011

Apkasindo Minta Revitalisasi Perkebunan Dihapus

0 komentar

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) meminta pemerintah menghapus program revitalisasi perkebunan (Revbun). Pasalnya, sepanjang tahun 2007 hingga 2010 dana yang disiapkan pemerintah hanya sedikit yang diserap petani sawit.


Sekretaris Jenderal Apkasindo, Asmar Arsjad mengatakan, selama ini revbun tidak membawa keuntungan kepada petani karena persyaratan yang sangat sulit dipenuhi petani, seperti tersedianya surat kepemilikan lahan sebagai agunan dari pihak perbankan dalam mengucurkan dana pinjaman revbun tersebut.

"Selama persyaratan itu tidak dirubah oleh pemerintah, revbun kita yakini tidak akan berjalan. Kita akui petani banyak belum memiliki sertifikasi lahan apalagi yang memiliki perkebunan di bawah satu hektar," ujarnya kepada wartawan, Kamis (20/1) di Medan.

Dijelaskan Asmar, skema persyaratan biaya pinjaman tersebut sangat memberatkan petani. Karena petani yang tidak memiliki sertifikasi lahan, harus membayar biaya sekitar 5% untuk bapak angkat. Belum lagi birokrasi di lapangan berbeda antara perbankan yang satu dengan yang lainnya dalam memberikan pinjaman.

"Banyak petani memiliki lokasi perkebunannya tidak berada pada satu lokasi, sehingga ini sangat menyulitkan petani dalam mengurus surat kepemilikan lahannya," kata Asmar.

Memang, lanjutnya, agunan diperlukan bagi perbankan dalam memberi bantuan kredit kepada petani. Namun, karena keterbatasan petani yang tidak memiliki sertifikasi lahan, seharusnya pemerintah propinsi dan daerah berkenan menjadi penjamin kepada pihak perbankan sehingga petani bisa mendapatkan dana bantuan tersebut.

"Tapi tidak ada yang bersedia memberi jaminannya kepada petani dengan alasan beresiko tinggi. Kalau begini terus kita minta program revbun tidak usah dilanjutkan karena sia-sia subsidi yang diberikan pemerintah pada dana bantuan itu," tegasnya.

Asmar menambahkan, pihaknya sejak 2 tahun lalu telah meminta kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat untuk memberikan keringan kepada petani agar dapat mengikuti revbun, namun hingga saat ini tidak ada menerima jawaban. Ini artinya, pemerintah tidak serius ingin membantu petani dalam meningkatkan pendapatannya.

Asmar meminta pemerintah mengalihkan dana tersebut pada peremajaan tanaman kepala sawit yang selama ini tidak ada dananya. Dari total perkebunan kelapa sawit rakyat 3,8 juta, sekitar 1 juta hektar perkebunan tersebut sudah harus diremajakan.

Sementara berdasarkan data Bank Indonesia (BI) Sumut dan NAD, realisasi revbun untuk komoditi sawit hanya 1.814 hektar dari target yang ditetapkan 30.262 hektar dengan nominal realisasi kredit sebesar Rp 8,3 miliar. Begitu juga dengan karet. Hingga September 2010, realisasinya hanya 13,34 hektar dari total target luas lahan 17.371, 21 hektar. Nominal kredit yang telah disalurkan Rp661 juta.

Dan, untuk kakao telah terealisasi 20,42 hektar atau kredit sebesar Rp957,8 juta dari target lahannya 20.126,45 hektar.

Kepala Dinas Perkebunan Sumut, Aspan Sopian mengakui, realisasi revbun memang masih sedikit. Dari tahun 2007 hingga saat ini, yang disetujui baru sekitar 17.700 hektar lahan sawit dengan kemitraan dan 13.000 hektar yang non mitra. Sedangkan untuk tanaman karet, belum disetujui pihak perbankan meski sudah ada daerah yang mengajukan permintaan yakni Kabupaten Padang Lawas Utara.

"Persetujuan pemberian kredit revbun ini tergantung pihak perbankan sebagai pemilik uang. Tapi sering terjadi perbedaan persyaratan yang ditentukannya sehingga menyulitkan petani dalam menyediakan agunan," ujarnya.
(24/01/2011/fdl

PTPN 3 Mau Lepas 30% Saham

0 komentar

PT Perkebunan Nusantara 3 (PTPN 3) mengincar dana segar Rp 3 triliun
untuk ekspansi usahanya. Perseroan berharap diberikan izin untuk melepas
saham ke publik lewat mekanisme initial public offering (IPO) di 2011.



Direktur Utama PTPN 3 Amri Siregar menyatakan tahun ini kebutuhan belanja modal (capex) perseroan mencapai Rp 2,8 triliun. Selama ini, lanjutnya, sebagian besar pendanaan berasal dari perbankan. Untuk tahun ini, pendanaan dari internal hanya Rp 1 triliun."Kan kita butuh dana Rp 2,8 triliun capex. Cuma Rp 1 triliun dari internal," ujarnya saat ditemui di sela Pembukaan Program Revitalisasi Lahan, di Sawang, Aceh Utara, akhir pekan lalu.

Untuk sisanya kebutuhan dana belanja modal tersebut, Amri mengatakan perseroan ingin mengurangi beban kredit ke perbankan. Ada dua opsi saat ini yaitu IPO atau menerbitkan obligasi. Namun Amri lebih memilih IPO."Saya lebih setuju IPO daripada obligasi, biar karyawan punya saham. Dia bekerja tapi dia punya saham juga," ujarnya.

Dia menegaskan perseroan sudah siap melantai di bursa. Rencananya perseroan akan melepas 25-30% sahamnya ke publik dengan target raupan dana Rp 3 triliun. Menurut Amri, tujuan dari IPO tersebut bisa meningkatkan daya tawar perusahaannya dengan investor."Supaya daya tawar kita ke investor makin kuat, kita harus jadi kendali. Ini yang namanya BUMN," ujarnya.

Namun, Amri menyatakan saat ini pihaknya masih menunggu keputusan dari komite privitasasi. "Yah masih di komite privatisasi. Kalau DPR menyetujui maka bisa," tandasnya.

Dijelaskan Amri, dana belanja modal dibutuhkan perseroan guna melakukan peremajaan tanaman (replanting), peningkatan industri hilir dengan menambah pabrik Pengelola Kelapa Sawit (PKS) di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara senilai Rp 73 miliar. Serta kerjasama dengan PTPN I."Kalau bisa bangun PKS di Tapanuli itu diharapkan 30 ton TBS sawit per jam, sedang dibangun, tahun 2014 awal sudah bisa jalan. Jadi, ada 12 PKS dengan produksi sekarang 570 TBS per jam jadi bisa 600 TBS," ujarnya.
(17/01/2011/fdl)

PTPN Targetkan Pembangunan Areal Kebun Selesai 2016

0 komentar

Manajemen PT Perkebunan Nusantara  (PTPN I) menargetkan pembangunan areal kebun seluas 41.200 hektare yang bermitra dengan masyarakat petani di Propinsi Aceh dan pihak perbankan akan selesai hingga 2016.


Kami optimistis target pembangunan areal kebun kelapa sawit dan karet yang bermitra dengan masyarakat melalui program Peumakmu Gampong di Aceh tercapai pada 2016, kata Direktur utama PTPN-I Erwin Nasution di Aceh Utara, Sabtu.

Hal itu disampaikan disela-sela penanaman perdana perkebunan karet dan sawit rakyat program Peumakmu Gampong di Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara, sekitar 270 Km dari Banda Aceh.

Luas pembangunan areal kebun rakyat melalui program Peumakmu Gampong itu mencapai 41.200 hektare, tersebar hampir di seluruh kabupaten di propinsi tersebut.

Pelaksanaan revitalisasi perkebunan di Aceh melalui program Peumakmu Gampong, dengan pemanfaatan fasilitas Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) dari Perbankan.
   
Dari total luas areal perkebunan rakyat tersebut, masing-masing untuk komoditas kelapa sawit seluas 28.200 hektare dan karet 13.000 hektare. Program tersebut akan melibatkan antara 13.500-20.000 Kepala Keluarga (KK) selaku petani peserta.

Kaum dhuafa, dan  korban konflik akan menjadi kriteria yang akan dilibatkan dalam program ini. Ke depan akan dibangun kebun kerja sama dengan koperasi pondok pesantren yang ada di Aceh, katanya menjelaskan.

Erwin berharap dengan adanya kerja sama maka ke depan akan terjadi transformasi teknologi kepada masyarakat petani, sehingga petani yang selama ini melakukan usaha perkebunan secara tradisional akan termotivasi untuk menerapkan praktek budidaya maju.
(17/01/2011/fdl)

IPO PTPN Tunggu Holding Terbentuk

0 komentar

 Pemerintah tidak membolehkan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) melakukan penjualan saham ke publik lewat mekanisme initial public offering (IPO) sendiri-sendiri. IPO bisa dilakukan saat holding (induk usaha) BUMN perkebunan dibentuk.


Hal ini disampaikan oleh Menteri BUMN Mustafa Abubakar di Sawang, Aceh Utara, Sabtu (15/1). "Tidak ada lagi jalan sendiri, semua masuk holding," tegasnya.


Mustafa menginginkan holding perusahaan perkebunan bisa segera melantai di bursa guna menguatkan permodalan perusahaan pelat merah tersebut.

 "Ini upaya menguatkan BUMN perkebunan. Kalau sudah menjadi holding saya ingin holding kita maju ke pasar modal karena dengan 1 BUMN perkebunan yang besar dan kuat memancing minat modal masuk seperti Velda di Malaysia, akan lebih baik. Sebelumnya PTPN III, VII sudah siap tapi dengan adanya program holding kita sepakat diholdingkan baru bisa masuk," tegasnya.

Menurut Mustafa, holding BUMN sektor perkebunan tersebut direncanakan selesai pada kuartal
I-2011. (17/01/2011/fdl)

Aceh Butuh Industri Hilir Tampung Produk Perkebunan

0 komentar

Propinsi Aceh memerlukan kehadiran industri hilir untuk menampung dan mengolah produk pertanian dan perkebunan rakyat, minimal bisa diproses menjadi barang setengah jadi.


“Sudah bertahun-tahun produk perkebunan lokal dipasarkan ke luar Aceh dalam bentuk mentah dengan nilai jual rendah, kemudian dipasok kembali menjadi barang jadi dengan harga beli yang mahal,” kata Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid di Banda Aceh, Senin.

Berbagai produk pertanian dan perkebunan masyarakat, seperti kelapa sawit dengan total mencapai 500 ribu ton per tahun dalam bentuk CPO.

Komoditas coklat (kakao) asal Aceh bisa menghasilkan produksi dalam bentuk biji mencapai 88 ribu ton per tahun. Karet sekitar 80 ribu ton per tahun.

“Selama ini produk pertanian yang dihasilkan dari bumi Aceh itu dipasarkan dalam bentuk mentah, kemudian diproses menjadi barang jadi dan siap konsumsi, selanjutnya dibeli lagi oleh masyarakat dengan harga mahal. Karenanya diperlukan industri hilir untuk mengolah barang-barang tersebut di Aceh,” kata dia.

Keuntungan lain dengan adanya industri hilir, Farhan menyebutkan akan mampu menampung  tenaga kerja yang cukup banyak dan perekonomian masyarakat akan lebih baik.

Di pihak lain, ia juga menyebutkan potensi sektor perkebunan dan pertanian Aceh yang tergarap saat ini berada di bawah rata-rata nasional.

Untuk kelapa sawit, produksi rata-rata secara nasional mencapai 20 ton per hektar, sementara Aceh hanya mampu sekitar 10 ton per hektar.

“Rendahnya produktivitas produk pertanian dan perkebunan Aceh itu sumber daya manusia (SDM) petani yang rendah, selain faktor penggunaan bibit unggul yang kurang,” kata Farhan. (13/01/2011/fdl)

PTPN XI Tunda Impor 90.000 Ton Gula

0 komentar

PT Perkebunan Nusantara XI masih menunda rencana mengimpor sebanyak 90.000 ton gula kristal putih, karena masih tingginya harga gula dunia dan stok dalam negeri yang cukup berlimpah.


Sekretaris Perusahaan PTPN XI Adig Suwandi di Surabaya, Rabu (5/1) mengungkapkan, harga gula global mencapai US$760 per ton “FOB” (harga di negara asal) untuk pengapalan Maret 2011 atau masih di atas Rp10.000 per kg sampai di Indonesia.

“Sampai saat ini kami wait and see, karena harga gula masih sulit diprediksi. Kondisi serupa juga dialami importir gula yang telah ditunjuk pemerintah beberapa waktu lalu,” ucapnya.

Beberapa waktu lalu, pemerintah telah memutuskan untuk mengimpor sebanyak 450.000 ton gula, guna memenuhi kekurangan stok akibat produksi dalam negeri yang menurun.

Adig Suwandi menjelaskan harga gula dunia masih sangat tergantung pada kebijakan industri pergulaan India yang merupakan salah satu negara produsen gula, apakah akan melakukan ekspor atau tidak. “Kalau produksi gula di India yang saat ini sedang giling mencapai lebih dari 25,5 juta, sangat mungkin ekspor dilakukan karena harga dipastikan turun sekitar US$600 per ton,” ujarnya.

Ia menambahkan apabila impor gula dipaksakan sekarang, dipastikan tidak menguntungkan bagi importir. Tingginya harga gula di pasar dalam negeri yang kini mencapai kisaran Rp10.000 per kg, karena pedagang membeli dari tender dengan harga yang juga cukup tinggi, yakni sekitar Rp9.300 per kg.

Selain masalah harga global, lanjut Adig, belum terealisasinya impor disebabkan stok gula dalam negeri yang masih berlimpah.

Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) itu mengatakan, hingga akhir 2010, stok gula masih sekitar 820.000 ton. Angka ini lebih tinggi dibanding akhir 2009 yang hanya 439.000 ton.

“Kalau angka itu benar-benar valid, saya kira rencana impor perlu dikaji ulang. Kalau pun harus impor, sifatnya hanya sebagai stok penyangga sampai giling semua pabrik gula berjalan,” tuturnya, menambahkan.

Pada sekitar Februari mendatang, setidaknya dua pabrik gula di Sumatera Utara sudah mulai giling. Sedangkan lima pabrik gula di Lampung dan satu pabrik di Sumatera Selatan dijadwalkan giling pada April. Sementara, sebagian besar pabrik gula di Pulau Jawa yang merupakan sentra industri gula nasional, rencananya baru memulai giling pada sekitar Mei dan Juni mendatang. (13/01/2011/fdl)

BPKEL Rencanakan Restorasi Lahan Ilegal

0 komentar

Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL), direncanakan akan merestorasi lahan perkebunan yang dinilai ilegal yang berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Kabupaten Aceh Tamiang.

Rencana untuk merestorasi itu bertujuan untuk menertibkan lahan-lahan ilegal serta untuk mengembalikan fungsi hutan itu sebenarnya.

Kepala BKEL Aceh Fauzan Azima mengungkapkan, tahun ini, akan merencanakan restorasi seluas 1.000 hektar di kabupaten tersebut milik beberapa pelaku perkebunan ilegal yang telah menyerahkan lahan tersebut.

“Rencana kita lakukan, setelah makin kuatnya kepastian hukum tentang kepemilikan lahan ilegal di Aceh,” tegas Fauzan melalui menejer oprasional BKEL Badrul Irfan SH pada wartawan, di Banda Aceh, kemarin.

Langkah tersebut dilakukan setelah adanya Penolakan gugatan yang dilakukan pemilik perkebunan ilegal Erlina Kecik, oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kuala Simpang merupakan kemenangan besar bagi upaya penegakan hukum lingkungan di Aceh.

Sebaimana disampaikannya, pada Kamis (6/1) kemarin mejelis hakim PN Kuala Simpang, Aceh Tamiang menolak gugatan perdata pengusaha kelapa sawit, Erlina Kecik terhadap BPKEL dalam kasus sengketa penebangan lahan kelapa sawit milik penggugat yang dilakukan oleh BPKEL beberapa waktu lalu.

Dimana menurutnya, Majelis Hakim yang diketuai oleh Fauzul Hamdi, SH dalam amar putusannya menyebutkan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena Surat Gugatan tidak sinkron dengan objek gugatan. Perkara perdata ini terdaftar dengan Nomor Perkara 01/Pdt-G/2010/PN-KSP, Tanggal 18 Pebruari 2010.

“ Pada perkara ini BPKEL member kuasa kepada advokat dari M. Zuhri Hasibuan And Associates,” jelas Badrul.

Dikatakan, sebenarnya perkara ini dimulai pada tahun 2009 lalu pada saat BPKEL mulai melakukan penertiban perkebunan ilegal yang berada di dalam kawasan hutan negara di KEL di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang.

Salah satunya, lanjut badrul lahan yang ditemukan adalah milik PT Alur Putih Abadi (PT APA) yang berada di dalam hutan lindung seluas 425 hektar, dengan 70 hektar di antaranya sudah ditanami kelapa sawit.

Perkebunan ini ilegal, karena tidak memiliki izin HGU dan pelepasan kawasan hutan. Maka, pada tanggal 2 Mei 2009, setelah melakukan pendekatan persuasif, Kecik yang mengaku sebagai pemilik perusahaan tersebut menyerahkan lahan perkebunan PT Alur Putih Abadi tersebut kepada pemerintah melalui BPKEL dan menyatakan tidak keberatan atau tidak akan menggugat atas penyerahan tersebut.

Sedangkan sebelumnya, pada bulan Juni 2010, BPKEL mulai melakukan restorasi kawasan perkebunan tersebut untuk dikembalikan fungsinya menjadi hutan lindung. Namun pada Februari 2010, Erlina Kecik yang tidak lain anak kandung Kecik mengajukan gugatan yang mengaku perkebunan itu adalah miliknya dan mengajukan gugatan senilai Rp 2,5 miliar di PN Kuala Simpang.

“Namun, gugatan tersebut ditolak oleh PN Kuala Simpang dan ini bukti kuat bahwa kepastian hukum guna menyelamatkan hutan negara semakin berwibawa di negeri ini,” tegas Badrul.
(13/01/2011/fdl)

Pembangunan Tower PLN di Lahan PTPN Andalkan Sinergi BUMN

0 komentar

Pembangunan tower PLN yang dilakukan PLN Pikitring SUAR di atas lahan kebun milik PTPN (PTPN2, PTPN3 dan PTPN4) masih menunggu persetujuan Menteri Negara (Meneg) BUMN Mustafa Abubakar. Sejauh ini legitimasi (dasar) penggunaan lahan kebun milik BUMN perkebunan tersebut oleh PLN hanya mengandalkan sinergi antar-BUMN dan persetujuan lisan yang disampaikan pejabat Kementerian BUMN dalam dua kali pertemuan pada tahun 2010.
Humas PT PLN (Persero) Pikitring SUAR Ridwan dan staf PLN Pikitring SUAR Robert Purba membeberkan hal tersebut kepada sejumlah wartawan di Kantor Pikitring SUAR Jalan Dr Cipto Medan, Selasa (4/1). Penjelasan tersebut dikemukakan keduanya menanggapi kritikan beberapa pihak atas langkah pihaknya membangun tower di atas lahan milik PTPN meski belum direstui Meneg BUMN.

Robert mengklaim, mengacu pada sinergi BUMN, penggunaan lahan PTPN oleh PLN bisa dilakukan karena hal tersebut tidak menimbulkan terjadinya peralihan (pergeseran) aset.

Dikatakannya, pembangunan tower yang menjadi bagian vital dalam infrastruktur jaringan listrik sangat mendesak guna mengatasi krisis listrik berkepanjangan yang terjadi di Sumatera Utara, sekaligus bagian dari aksi BUMN listrik itu mendukung operasional bandara baru di Kualanamu (Deliserdang).

Menurut dia, selain berlandaskan pada sinergi antar BUMN, pembangunan tower tersebut sudah mendapat "restu" dari dua pejabat teras Kemeterian BUMN pada pertemuan yang digelar terkait pembangunan jaringan transmissi listrik tersebut yang dilaksanakan pada tahun 2010.

Menurut Robert, persetujuan lisan tersebut disampaikan Agus Pakpahan dan Sahala Lumbangaol yang ketika itu masing-masing masih menjabat Deputi Meneg BUMN.

Sebelumnya General Manager PLN Pikitring SUAR Bintatar Hutabarat kepada MedanBisnis dalam pembicaraan melalui telepon pada akhir tahun 2010 mengatakan, lambannya penerbitan persetujuan Meneg BUMN karena lambannya birokrasi pemerintah.

248 Unit Tower
Robert memaparkan, tercatat ada 248 unit tower penyambung jaringan listrik yang akan dibangun di atas lahan PTPN. Ke-248 unit tower tersebut masing-masing membutuhkan lahan kebun seluas berkisar 152.566 meter persegi.

Mengenai nilai ganti rugi atas penggunaan lahan yang akan dibayar pihak PLN kepada PTPN, Robert mengaku hal tersebut merupakan kewenangan pihak PTPN.

Robert menyebutkan, tower tersebut akan dibangun di atas lahan PTPN2 (174 tower), PTPN3 (49 tower) dan PTPN4 (74 tower).

Dikatakannya, seluruh tower tersebut dibangun oleh perusahaan penyedia jasa pemenang tender yang sudah dilaksanakan beberapa waktu lalu. Perusahaan dimaksud sebagian milik pengusaha Sumut dan juga pengusaha dari luar Sumatera Utara. (13/01/2011/fdl)

Bisnis Sawit Diprediksi Cerah

0 komentar

Prospek bisnis kelapa sawit di Propinsi Riau pada 2011 diprediksi bakal cerah karena dipicu meningkatnya permintaan ekspor minyak sawit dan kenaikan harga minyak mentah di pasar global. "Prospek kelapa sawit di Riau selama tahun 2011 diprediksi bakal sangat menjanjikan," kata Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Riau, Ferry HC, di Pekanbaru.


Ia menjelaskan, permintaan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dunia diperkirakan naik hingga 15 juta metrik ton pada tahun ini. Hal tersebut merupakan peluang bagi negara penghasil sawit terbesar di dunia yakni Indonesia dan Malaysia. Sedangkan, Riau dengan luas kebun sawit sekitar 2 juta hektar merupakan daerah penghasil sawit terbesar dengan kontribusi sekitar 35% secara nasional.

Pada tahun 2010, lanjutnya, jumlah CPO yang diekspor dari Riau mencapai sekitar 7 juta metrik
ton. Negara tujuan ekspor utama untuk komoditas CPO dari Riau adalah Cina, India dan Pakistan. "Sekarang tinggal bagaimana kita mengoptimalkan peluang yang ada," ujarnya.

Selain itu, Ferry mengatakan prospek bisnis sawit akan mengalami tren positif karena didorong kenaikan harga minyak mentah dunia yang sempat menyentuh US$ 90 per barel. Dengan adanya kenaikan harga minyak, lanjutnya, umumnya negara berkembang akan meningkatkan permintaan CPO untuk bahan energi alternatif. "Tren positif dari CPO akan berimbas pada peningkatan kesejahteraan petani," kata Ferry.

Berdasarkan data Dinas Perkebunan Riau, harga kelapa sawit naik cukup tinggi pada awal 2011 yakni rata-rata mencapai Rp109 per kilogram (kg). Sementara itu, harga CPO di tingkat lokal mencapai Rp8.922,44 per kg dan kernel mencapai Rp6.402,12 per kg. "Harga sawit kemungkinan besar masih akan terus naik pada awal  2011 dikarenakan permintaan ekspor meningkat seiring makin tingginya harga minyak mentah dunia," ujarnya. (13/01/2011/fdl)

Laba PTPN3 yang Tinggal di Sumut Hanya Rp 134,4 Miliar

0 komentar

Anggota Komisi B DPRD Sumut Brilian Moktar berpendapat, dari struktur laba sebelum pajak yang dicatatkan PT Perkebunan Nusantara III (PTPN3) senilai Rp 1,204 triliun selama 2010, hanya Rp 138,4 miliar yang tinggal mendanai pembangunan di Sumut. Sisanya Rp 948,116 miliar, disetor ke pemerintah pusat.

Brilian mengatakan, laba yang dibagikan kepada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara (Pempropsu) sangat kecil jika dibandingkan dengan yang disetorkan ke pusat. Jumlah itu bahkan sangat tidak sebanding dengan nilai manfaat yang dirasakan dari bumi Sumut.

"Bisa kita bayangkan sekiranya daerah kita mendapatkan sekitar 30% atau bahkan 50% dari laba perusahaan, tentu akan sangat berarti bagi percepatan pembangunan Sumut," ujar politisi PDI Perjuangan itu dalam rapat dengar pendapat Komisi B dengan PTPN3 di Gedung Dewan, Selasa (11/1) malam.

Rapat dengar pendapat itu juga dihadiri sejumlah anggota Komisi B DPRD Sumut, di antaranya G Manurung, T Ritonga, Andi Arba, R Purba, S Halawa, Tengku Dirkhansyah Abu Subhan Ali, W Pane dan AB Tambak. Sedangkan jajaran PTPN3, antara lain dihadiri Direktur Utama Amri Siregar.

Menanggapi kesenjangan pembagian laba itu, DPRD Sumut dan PTPN3 sepakat untuk bersama-sama memperjuangkan peningkatan bagi hasil sektor perkebunan ke pemerintah pusat. Kesepakatan memperjuangkan peningkatan bagi hasil sektor perkebunan itu, juga didasari kebutuhan daerah akan anggaran untuk percepatan pembangunan. "Sumut butuh anggaran untuk percepatan pembangunan," ujar Bustami HS.

Sementara itu, Dirut PTPN3 Amri Siregar mengatakan, perseroan senantiasa berkomitmen dan peduli terhadap percepatan pembangunan di Sumut. "Namun alangkah baiknya jika kita bersama-sama bertemu pemerintah pusat khususnya Menteri BUMN untuk memperjuangkan peningkatan dana hasil sektor perkebunan ini," ujarnya.

Pada kesempatan itu ia juga mengungkapkan kepedulian perusahaan yang dipimpinnya terhadap lingkungan sekitar dengan mengalokasikan anggaran untuk program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) dan program corporate social responsibility (CSR).

Dia menjelaskan, realisasi program CSR PTPN3 tahun 2009 mencapai Rp22,039 miliar dan tahun 2010 sebesar Rp14,639 miliar. "Bahkan untuk tahun ini PTPN3 telah menjalin kesepahaman dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan untuk membangun jalan senilai Rp 8,5 miliar," kata Amri Siregar.

Sedangkan untuk program kemitraan, selama 2009 PTPN3 menyalurkan sebesar Rp 14,815 miliar dan meningkat menjadi Rp 17,848 miliar pada 2010. Demikian juga untuk program bina lingkungan yang tercatat sebesar Rp 18,987 miliar pada 2009 dan Rp Rp 17,806 miliar pada 2010.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi B DPRD Sumut Bustami HS mengaku sangat mengapresiasinya. Ia berharap ke depan PTPN3 lebih memberi manfaat kepada daerah dalam bentuk bagi hasil yang lebih besar.

"Ke depan kita harapkan PTPN3 tidak hanya memberi kontribusi dalam bentuk PPh, PBB, PKB, BPHTB dan retribusi APU serta melalui PKBL dan CSR, tetapi juga melalui bagi hasil yang lebih meningkat," katanya. (13/01/2011/fdl)

2010, Ekspor Komoditas Perkebunan Capai USD22 M

0 komentar

JAKARTA - Volume ekspor 12 komoditas perkebunan pada 2010 mencapai 26 juta ton atau senilai USD22 miliar. Volume dan nilai ekspor tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2005 di mana volume ekspornya baru mencapai 16 juta ton atau senilai USD9 miliar.




"Fakta tersebut membuktikan bahwa, subsektor perkebunan merupakan kontributor penerimaan devisa negara yang dapat diandalkan," ujar Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Gamal Nasir pada Evaluasi Kinerja Pembangunan Perkebunan Tahun 2010 dan Prospek 2011, di Jakarta, kemarin.

Secara mikro, kinerja pembangunan perkebunan selama periode 2005-2010 dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas tanaman. Luas areal 10 komoditi perkebunan selama tahun 2005-2010 meningkat cukup tinggi dengan rata-rata peningkatan sekira 3,7 persen per tahun.
Dari total luas lahan perkebunan, lahan kelapa sawit pada 2010 mencapai 8,276 juta hektare (ha). Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan luas lahan pada 2009 yang mencapai 7,873 juta ha. ”Dari total luas lahan 12 komoditas perkebunan, lahan kelapa sawit merupakan yang terluas,” ujar Gamal.

Peningkatan luas lahan kelapa sawit ini berkorelasi positif dengan total produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Di mana total produksi CPO pada 2010 mencapai 23,2 juta ton atau mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan 2009 yang mencapai 21,511 juta ton.

”Kelapa sawit memang masih menjadi primadona di sektor perkebunan. Baik swasta besar maupun para pekebun. Dari tahun ke tahun mereka berusaha memperluas areal perkebunannya,” tutur Gamal.

Dari sisi makro, jelas Gamal, dibandingkan dengan 2005, tahun 2010 secara umum produksi komoditi perkebunan menunjukkan peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata 10,4 persen per tahun.

Seiring dengan meningkatnya produksi dan luas areal, selama periode 2005-2010 produktivitas beberapa komoditas perkebunan juga menunjukkan kecenderungan meningkat dan rata-rata mencapai 73 persen dari potensi.(fdl)

Harga Sawit Masih Kinclong di 2011

0 komentar

Jakarta - Harga produk sawit dunia diperkirakan akan masih mengalami kenaikan di tahun 2011. Kenaikan harga masih bisa terjadi hingga 200-300 ringgit dari harga saat ini yang mencapai US$ 1.100 per metrik ton.


"Harga dalam jangka pendek masih akan meningkat. Jika kita melihat harga minyak mentah (fosil) akan meningkat hingga US$ 100 ini akan mengerek minyak nabati akan meningkat terutama sawit dan kedelai," kata Wakil Presiden Konsultan Industri Praktis Frost and Sullivan's Chris De Lavigne di acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2011 Price Outlook di Nusa Dua, Bali.

Lavigne menjelaskan bulan Januari dan selanjutnya di 2011 harga sawit dipastikan masih akan meningkat. Namun ia juga memperkirakan akan mulai terjadi penurunan di kuartal II dan kuartal III-2011.

"Memang sangat sulit memberikan prediksi angka di tahun depan. Banyak sekali perkiraan yang terlalu analitik. Dengan kita memberikan prediksi maka mempengaruhi spekulasi," katanya.

Menurutnya semua bisa terjadi pada harga sawit di tahun depan. Bahkan dengan lugas ia mengatakan tak mengagetkan jika harga sawit di tahun depan bisa menyentuh di angka US$ 2.500 per metrik ton dengan berbagai faktor seperti permintaan yang naik, tingkat produksi, iklim termasuk faktor minyak mentah.

Sementara itu Analis Komoditi Global dari Oil World Thomas Mielke memprediksi secara gamblang kenaikan harga sawit dunia di 2011. Ia juga mengatakan soal harga sawit tahun depan akan juga masih dipengaruhi dari kondisi ekonomi global yang terjadi.

"Kita mengharapkan melemah di Desember (2010). Sampai April 2011 harga lebih tinggi. Saya tak tahu berapa karena ketidakpastian cuaca. Mungkin 200-300 ringgit di atas harga sekarang ini," jelas Mielke.

Ia memperkirakan harga sawit pada bulan Januari-Maret 2011 menyentuh pada harga premium. Kemudian lanjut Mielke, puncak harga akan terjadi pada bulan Maret dan April 2011.
"Setelah itu akan terjadi penurunan harga setelah di dua bulan itu," katanya.

Sedangkan Presiden Direktur PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk Ambono Janurianto berpendapat outlook atau pun prediksi harga sawit dunia biasanya hanya berlaku selama satu kuartal saja. Setelah itu biasanya harga sawit sulit ditebak karena ada faktor trader yang cukup mempengaruhi harga.

"Prediksi tahun kemarin saja meleset," katanya.

2011, IPO BUMN Perkebunan Bisa Dilakukan

0 komentar

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar menyatakan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) BUMN perkebunan kemungkinan bisa digelar pada 2011.


Realisasi BUMN perkebunan untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut menunggu rampungnya proses pembentukan induk usaha (holding) BUMN perkebunan. “Proses holding berjalan terus. Jadwalnya sudah ada,” kata dia di Jakarta, kemarin.

Dia menjelaskan, holding BUMN perkebunan dinilai penting sebelum melangkah menuju IPO. Pasalnya, dengan holding BUMN perkebunan, maka kinerja perusahaan perkebunan pelat merah yang berada dalam satu induk usaha tersebut bisa lebih baik sehingga mampu bersaing dengan perusahaan swasta maupun perusahaan luar negeri sejenis. Adapun, jumlah BUMN perkebunan yang akan di-holding sebanyak 15 BUMN, yakni di antaranya PT Perkebunan Nusantara I-XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).

Untuk membentuk holding tersebut, dia mengungkapkan, akan dilakukan dalam dua tahap. Pertama, menggabungkan seluruh perusahaan itu menjadi holding BUMN perkebunan. “Tahap kedua, akan kita bagi by comodity sehingga lebih fokus. Jadi, nanti ada PTPN sawit, PTPN gula, dan seterusnya,” imbuh dia.

Karena saat ini sudah dalam proses holding, maka realisasi holding tersebut hanya menunggu proses administrasi dan prosedur hukum berupa menunggu rampungnya revisi Peraturan Pemerintah (PP) terkait perubahan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) 15 BUMN tersebut. Mustafa berharap, tahun ini sudah ada kemajuan yang signifikan terkait holding BUMN perkebunan, meski belum seutuhnya rampung.

“Walau belum tentu selesai, tapi saya harap ada proggres signifikan untuk pembentukan holding BUMN perkebunan. Saya lihat kalau holding ini sudah final,” ujar dia. Mustafa menegaskan, setelah holding tahap pertama selesai pada akhir tahun ini atau awal 2011, maka perusahaan perkebunan pelat merah yang tergabung dalam holding tersebut bisa melepas sahamnya ke publik melalui IPO. “Saya belum tahu, 2010 atau awal 2011 (holding tahap I) selesai. Mungkin awal 2012, kita masuk by comodity. Tapi, mungkin tidak perlu menunggu by comodity, kita sudah bisa go public, yang penting sudah holding,” tutur dia.

Sebelumnya, tiga BUMN perkebunan masuk dalam proses IPO, yakni PTPN III, IV, VII. PTPN III menargetkan perolehan dana dari IPO sebesar Rp2 triliun, PTPN IV mencapai Rp3 triliun dan PTPN VII senilai Rp1,5 triliun. PTPN III berencana menggelar IPO lantaran kinerjanya positif. Berdasarkan catatan Kementerian BUMN, PTPN III merupakan PTPN dengan kinerja terbaik dibandingkan BUMN perkebunan lainnya. Pada semester I-2010, PTPN III mencetak laba usaha sebesar 184,78 persen menjadi Rp592,25 miliar dibanding semester I-2009 senilai Rp207,97 miliar.

Kinerja positif tersebut ditopang naiknya penjualan dan menurunnya beban pokok penjualan. Penjualan bersih perseroan pada paruh pertama tumbuh 21,39 persen dari Rp2,01 triliun pada paruh pertama tahun lalu menjadi Rp2,44 triliun pada tahun ini. Sementara itu, beban pokok penjualan menurun 14,24 persen dari Rp374,52 miliar pada semester I-2009 menjadi Rp321,19 miliar pada periode yang sama tahun ini.

Sementara itu, laba bersih perseroan melonjak 97,79 persen dari Rp210,14 miliar pada semester I-2009 menjadi Rp413,55 miliar pada semester I-2010. Laba bersih ditopang menurunnya rugi kurs dari sebelumnya Rp8,75 miliar menjadi Rp4,49 miliar di akhir Juni 2010. Namun, adanya program holding menyebabkan jadwal IPO ketiga BUMN perkebunan tersebut harus ditunda hingga rampungnya pembentukan holding BUMN perkebunan. Sebagai imbas batalnya IPO untuk mendapatkan dana guna pembiayaan ekspansi dan biaya operasional perseroan, PTPN III berencana menerbitkan obligasi pada tahun ini.

Sementara itu, PTPN VII memilih melakukan sinergi dengan tiga BUMN lain, yakni PT Pupuk Sriwijaya, PTPN III dan PTPN IV  berupa pembangunan pabrik pupuk organik, pengembangan biodiesel dan bioethanol.(fdl)

Tahun 2011, Sasaran Pertumbuhan Sub Sektor Perkebunan sebesar 11,03 Persen

0 komentar

JAKARTA-Tahun 2011, sasaran pertumbuhan sub sektor perkebunan ditargetkan sebesar 11,03 persen (berdasarkan harga berlaku). Hal ini berarti jauh diatas sasaran pertumbuhan sektor pertanian yang ditargetkan sebesar 3,7%, bahkan juga diatas pertumbuhan makro ekonomi nasional yang diperkirakan berkisar antara 5,5-6%. Demikian dijelaskan oleh Direktur Jenderal Perkebunan, Achmad Mangga Barani pada rapat sinkronisasi perencanaan pembangunan perkebunan tahun 2011. 

Dihadapan seluruh Kepala Dinas yang membidangi perkebunan di provinsi, Direktur dan Kepala UPT (BBP2TP) lingkup Ditjen Perkebunan , Dirjen Perkebunan menjelaskan program dan kegiatan pembangunan perkebunan yang akan dilaksanakan tahun 2011. Menurut Dirjen, program pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 hanya satu yaitu:

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN.  Sedangkan kegiatan pembangunan perkebunan ada 9 (sembilan) yaitu :
1)  Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim
2)  Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman rempah dan penyegar
3)  Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman tahunan
4)  Dukungan penyediaan benih unggul bermutu dan sarana produksi
5)  Dukungan perlindungan perkebunan dan penanganan gangguan usaha
6)  Dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya
7)  Dukungan pengujian, pengawasan mutu dan penerapan teknologi proteksi tanaman
     perkebunan oleh BBP2TP-Medan.
8)  Dukungan pengujian, pengawasan mutu dan penerapan teknologi proteksi tanaman
     perkebunan oleh BBP2TP-Surabaya dan
9)  Dukungan pengujian, pengawasan mutu dan penerapan teknologi proteksi tanaman
     perkebunan oleh BBP2TP-Ambon.

Dengan adanya kejelasan dan fokus kegiatan untuk masing-masing Direktorat dan Balai Besar tersebut, maka akan lebih mudah mengukur kinerja masing unit kerja eselon II, tegas Dirjen.

Peningkatan produksi dan produktivitas komoditas perkebunan, menurut Dirjen,  dari 127 jenis komoditas binaan Ditjen Perkebunan, perioritas penanganannya akan difokuskan pada 15 komoditas strategis yang menjadi unggulan nasional yaitu karet, kelapa sawit, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu mete, the, cengkeh, jarak pagar, kemiri sunan, tebu, kapas, tembakau dan nilam. Sedangkan untuk komofitas lainnya pemerintah daerah didorong untuk memfalitasi dan melakukan pembinaan komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya masing-masing.

Fokus Pembangunan Tahun 2011
Fokus pembangunan perkebunan tahun 2011 adalah :
1) Revitalisasi Perkebunan
2) Swasembada Gula Nasional
3) Penyediaan Bahan Tanaman Sumber Bahan Bakar Nabati
4) Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional
5) Pengembangan Komoditi Ekspor
6) Pengembangan Komoditi Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri (terutama kapas dan
    cengkeh) dan
7) Dukungan Pengembangan Tanaman Perkebunan Berkelanjutan. Fokus kegiatan ini
    dikelompokan sebagai berikut :



Menurut Dirjen, untuk mencapai sasaran pertumbuhan sebesar 11, 03%, diperlukan investasi yang cukup sebesar yaitu Rp 51,730 triliyun. Sumber pendanaan untuk investasi ini diharapkan dari APBN. Dari APBN hanya sebagai pendorong, sekitar Rp 0,978 milyar (1,89%). Sedangkan investasi yang besar itu diharapkan dari APBD, perbankan dan swadaya masyarakat sebesar Rp 50,751 triliyun (98,11%). 

Untuk terlaksananya kegiatan pembangunan perkebunan, Dirjen mengharapkan kepada semua jajaran yang menangani perkebunan di pusat dan didaerah untuk berperan aktif  mengantisipasi dan mengatasi  berbagai  issue strategis pembangunan perkebunan yaitu:  
1) masalah alokasi sumberdaya lahan
2) harmonisasi peraturan daerah terkait dengan otonomi daerah
3) produktivitas dan mutu produk perkebunan  masih rendah
4) masalah SDM dan kelembagaan/organisasi perkebunan
5) efisiensi agribisnis perkebunan
6) masalah akses pekebun terhadap sumber permodalan
7) perubahan iklim global dan 8) liberalisasi pasar global.

Terkait peraturan daerah, Dirjen menginformasikan bahwa ada Perda yang mewajibkan perusahaan perkebunan (PBS) untuk membangun kebun untuk rakyat dengan cuma-cuma dan ada juga Perda yang melarang truk-truk membawa TBS melewati jalan raya. Perda-perda ini tidak tepat yang membuat investor enggan untuk berinvestasi ujar Dirjen. Jika sasaran pertumbuhan perkebunan tahun 2011 ini dapat dicapai, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan pekebun, nilai tukar petani-pekebu, kesempatan kerja dan penerimaan ekspor. Tahun 2011 akan dapat membuka kesempatan kerja baru sekitar 300 ribu TK, pendaptan petani-pekebun meningkat menjadi US$ 1.660/KK/Th/2 Ha dengan nilai tukar petani-pekebun sebesar 106,7 dan penerimaan ekspor US$ 37,52 milyar (fdl).

Prospek Perkebunan Masih Menggiurkan di Tahun 2011

0 komentar

 Jakarta Prospek sektor perkebunan pada tahun 2011 masih akan tetap menjanjikan dari berbagai hal termasuk bisnis. Dari sisi makro sektor perkebunan masih menjadi parameter penyerapan tenaga kerja, investasi pembangunan, nilai ekspor komoditi, surplus neraca perdagangan, dan pendapatan pekebun. 

“Prospek pembangunan perkebunan tahun 2011 masih cerah dan bisa diindikasikan melalui penyerapan tenaga kerja baru sebanyak 300 ribu orang atau meningkat sebesar 32,74 % dibanding 2010 dan melibatkan 20,45 juta pekebun, kata? Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Nasir Gamal Nasir di kantornya Kamis (30/12/2010). 

Selain itu, dilihat dari investasi pembangunan perkebunan juga meningkat sebesar Rp 51,73 triliun atau tumbuh sebesar 14,50% dibanding 2010. Dari nilai ekspor, komoditi perkebunan naik sebesar 17,65 % dibanding 2010atau menjadi 37,52 milyar USD. Surplus neraca perdagangan juga akan meningkat 17,73 % atau menjadi 33,97 miliar USD. Dilihat dari pendapatan pekebun minimal menjadi 1.660/kk/2 ha/ tahun dan NTP perkebunan rakyat menjadi 106,07 atau tumbuh 1 %.
Gamal juga menambahkan bahwa secara mikro, prospek pembangunan perkebunan digambarkan melalui indikator luas areal perkebunan yang meningkat sebesar 2.27 % atau menjadi 20,86 juta ha dibanding tahun 2010. Indikator kedua yaitu dilihat dari produksi tanaman perkebunan yang meningkat sebesar 6,59 % dibanding 2010 atau meningkat menjadi 36,90 juta ton.

Namun, untuk mencapai itu semua diperlukan usaha yang keras. Pada tahun 2010, ditemukan beberapa permasalahan yang menghambat kinerja sektor perkebunan, antara lain ketersediaan lahan untuk perluasan tanaman perkebunan, bencana alam yang dapat menggagalkan panen, dan sertifikasi lahan petani yang merupakan syarat utama bagi kegiatan revitalisasi perkebunan belum berjalan dengan baik. Selain itu juga pemerintah belum menyediakan dana tanggap darurat untuk menanggulangi bencana alam dan perubahan iklim yang ekstrim. 

“Untuk menanggulangi bencana alam dan perubahan iklim yang ekstrim, untuk tahun mendatang memang sudah disediakan, tetapi baru dikoordinasikan dengan dirjen keuangan,”imbuh Gamal.(fdl)

Kopi Jadi Prioritas Revitalisasi Perkebunan 2011

0 komentar
Saatnya Kopi Jadi Andalan
Kementerian Pertanian pada tahun depan akan memberikan prioritas pada kopi sebagai komoditas yang termasuk dalam program revitalisasi perkebunan.

Ia menyatakan, saat ini program revitalisasi perkebunan hanya mencakup tiga komoditas utama yakni sawit, karet dan kakao.


"Kopi juga merupakan komoditas strategis untuk ekonomi perdesaan. Oleh karena itu kita akan memasukkan kopi dalam prioritas revitalisasi perkebunan," katanya seperti dilansir dari laman Bisnis.
Menurut dia, dengan memasukkan kopi sebagai komoditas dalam revitalisasi perkebunan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani serta devisa negara dari ekspor produk tersebut.

Suswono menyatakan kopi merupakan salah satu komoditas yang memiliki peluang untuk dikembangkan, apalagi lebih dari 90 persen lahan kopi dimiliki oleh perkebunan rakyat.
Berdasarkan data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian saat ini, produktivitas kopi nasional masih rendah yaitu berada di kisaran 700 kg per hektar per tahun, angka tersebut baru 60 persen dari potensi produktivitas.

Deptan mencatat, jumlah areal kopi di Indonesia pada tahun ini mencapai 1,31 juta hektare dengan perincian areal lahan kopi robusta 1,07 juta hektare (82 persen) dan areal lahan kopi arabika 241.548 (18 persen).
Dari total lahan itu, sebanyak 96 persen dikuasai oleh perkebunan rakyat, sekitar 2 persen adalah perkebunan negara dan 2 persen merupakan milik swasta.
Sebelumnya ketika meninjau Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember Jawa Timur, Mentan menyatakan, ke depan pemerintah akan meningkatkan pengembangan kopi jenis Arabika.

Hal itu, lanjutnya, kopi jenis ini memberikan kontribusi sebesar 30 persen dari total kopi nasional sehingga diharapkan bisa mengalami peningkatan.
"Selain itu untuk meningkatkan keragaman hayati dan sumber daya alam nasional," katanya.

Selama ini, menurut Suswono, kopi jenis arabika asal Indonesia merupakan produk yang sudah terkenal dan digemari di pasar dunia dengan berbagai jenis produk seperti Toraja coffe, Gayo coffe, Mandailing coffe, Kintamani coffe, Flores coffe ataupun, Java coffe.

Sementara itu untuk kopi jenis Robusta, pemerintah akan melakukan berbagai upaya seperti peningkatan mutu biji kopi rakyat, peremajaan tanaman serta diversifikasi dan intergrasi perkebunan kopi dengan usaha peternakan sapi. (fdl)