Propinsi Aceh memerlukan kehadiran industri hilir untuk menampung dan mengolah produk pertanian dan perkebunan rakyat, minimal bisa diproses menjadi barang setengah jadi.
“Sudah bertahun-tahun produk perkebunan lokal dipasarkan ke luar Aceh dalam bentuk mentah dengan nilai jual rendah, kemudian dipasok kembali menjadi barang jadi dengan harga beli yang mahal,” kata Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid di Banda Aceh, Senin.
Berbagai produk pertanian dan perkebunan masyarakat, seperti kelapa sawit dengan total mencapai 500 ribu ton per tahun dalam bentuk CPO.
Komoditas coklat (kakao) asal Aceh bisa menghasilkan produksi dalam bentuk biji mencapai 88 ribu ton per tahun. Karet sekitar 80 ribu ton per tahun.
“Selama ini produk pertanian yang dihasilkan dari bumi Aceh itu dipasarkan dalam bentuk mentah, kemudian diproses menjadi barang jadi dan siap konsumsi, selanjutnya dibeli lagi oleh masyarakat dengan harga mahal. Karenanya diperlukan industri hilir untuk mengolah barang-barang tersebut di Aceh,” kata dia.
Keuntungan lain dengan adanya industri hilir, Farhan menyebutkan akan mampu menampung tenaga kerja yang cukup banyak dan perekonomian masyarakat akan lebih baik.
Di pihak lain, ia juga menyebutkan potensi sektor perkebunan dan pertanian Aceh yang tergarap saat ini berada di bawah rata-rata nasional.
Untuk kelapa sawit, produksi rata-rata secara nasional mencapai 20 ton per hektar, sementara Aceh hanya mampu sekitar 10 ton per hektar.
“Rendahnya produktivitas produk pertanian dan perkebunan Aceh itu sumber daya manusia (SDM) petani yang rendah, selain faktor penggunaan bibit unggul yang kurang,” kata Farhan. (13/01/2011/fdl)
Fadhil Fraya, AMd
Librarian
STIPAP Medan
fadhil_fraya@yahoo.co.id
http://www.stipap.ac.id/
Librarian
STIPAP Medan
fadhil_fraya@yahoo.co.id
http://www.stipap.ac.id/
0 komentar:
Posting Komentar