Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL), direncanakan akan merestorasi lahan perkebunan yang dinilai ilegal yang berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Kabupaten Aceh Tamiang.
Rencana untuk merestorasi itu bertujuan untuk menertibkan lahan-lahan ilegal serta untuk mengembalikan fungsi hutan itu sebenarnya.
Kepala BKEL Aceh Fauzan Azima mengungkapkan, tahun ini, akan merencanakan restorasi seluas 1.000 hektar di kabupaten tersebut milik beberapa pelaku perkebunan ilegal yang telah menyerahkan lahan tersebut.
“Rencana kita lakukan, setelah makin kuatnya kepastian hukum tentang kepemilikan lahan ilegal di Aceh,” tegas Fauzan melalui menejer oprasional BKEL Badrul Irfan SH pada wartawan, di Banda Aceh, kemarin.
Langkah tersebut dilakukan setelah adanya Penolakan gugatan yang dilakukan pemilik perkebunan ilegal Erlina Kecik, oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kuala Simpang merupakan kemenangan besar bagi upaya penegakan hukum lingkungan di Aceh.
Sebaimana disampaikannya, pada Kamis (6/1) kemarin mejelis hakim PN Kuala Simpang, Aceh Tamiang menolak gugatan perdata pengusaha kelapa sawit, Erlina Kecik terhadap BPKEL dalam kasus sengketa penebangan lahan kelapa sawit milik penggugat yang dilakukan oleh BPKEL beberapa waktu lalu.
Dimana menurutnya, Majelis Hakim yang diketuai oleh Fauzul Hamdi, SH dalam amar putusannya menyebutkan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena Surat Gugatan tidak sinkron dengan objek gugatan. Perkara perdata ini terdaftar dengan Nomor Perkara 01/Pdt-G/2010/PN-KSP, Tanggal 18 Pebruari 2010.
“ Pada perkara ini BPKEL member kuasa kepada advokat dari M. Zuhri Hasibuan And Associates,” jelas Badrul.
Dikatakan, sebenarnya perkara ini dimulai pada tahun 2009 lalu pada saat BPKEL mulai melakukan penertiban perkebunan ilegal yang berada di dalam kawasan hutan negara di KEL di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang.
Salah satunya, lanjut badrul lahan yang ditemukan adalah milik PT Alur Putih Abadi (PT APA) yang berada di dalam hutan lindung seluas 425 hektar, dengan 70 hektar di antaranya sudah ditanami kelapa sawit.
Perkebunan ini ilegal, karena tidak memiliki izin HGU dan pelepasan kawasan hutan. Maka, pada tanggal 2 Mei 2009, setelah melakukan pendekatan persuasif, Kecik yang mengaku sebagai pemilik perusahaan tersebut menyerahkan lahan perkebunan PT Alur Putih Abadi tersebut kepada pemerintah melalui BPKEL dan menyatakan tidak keberatan atau tidak akan menggugat atas penyerahan tersebut.
Sedangkan sebelumnya, pada bulan Juni 2010, BPKEL mulai melakukan restorasi kawasan perkebunan tersebut untuk dikembalikan fungsinya menjadi hutan lindung. Namun pada Februari 2010, Erlina Kecik yang tidak lain anak kandung Kecik mengajukan gugatan yang mengaku perkebunan itu adalah miliknya dan mengajukan gugatan senilai Rp 2,5 miliar di PN Kuala Simpang.
“Namun, gugatan tersebut ditolak oleh PN Kuala Simpang dan ini bukti kuat bahwa kepastian hukum guna menyelamatkan hutan negara semakin berwibawa di negeri ini,” tegas Badrul.
(13/01/2011/fdl)
Fadhil Fraya, AMd
Librarian
STIPAP Medan
fadhil_fraya@yahoo.co.id
http://www.stipap.ac.id/
Librarian
STIPAP Medan
fadhil_fraya@yahoo.co.id
http://www.stipap.ac.id/
0 komentar:
Posting Komentar