Berat hatiku menulis puisi tentang Ibu, karena aku pasti akan mulai menangis. Kenangan tentang Ibu terlalu indah dan tak kan bisa terwakili oleh kata-kata sepuitis apapun.
Kenangan tentang Ibu terlalu detail, melekat, mendalam sehingga sulit
untuk dituliskan apalagi sekedarmelalui puisi. Dari Ibu masih seorang
wanita muda yang melahirkanku di usia 35 tahun sebagai anak keenamnya,
hingga Ibu yang begitu khusyu, siap, tenang dan tegar menghadapi maut
pada 40 hari yang lalu.
Kenangan tentang Ibu adalah kenangan perayaan ulang tahunku yang ke
enam, saat itu beliau rela memasak makanannya sendiri demi pestaku yang
dirayakan pertamakalinya di TK.
Kenangan tentang Ibu adalah kenangan saat aku sakit campak, semalaman
aku digendong agar bisa tidur tanpa raut wajah lelah dan mengantuk
sedikitpun.
Kenangan tentang Ibu adalah kenangan Pasar Baru, saat Ibu membelikan
sepatu di toko sinar terang, makan bakmi gang kelinci sebagai hadiah
aku masuk SMP negeri.
Kenangan tentang Ibu adalah ciuman yang aku terima bertubi-tubi di pipi dan di kening saat aku diterima di U lewat UMPTN.
Kenangan tentang Ibu adalah kenangan Klinik Diabet Nusantara, sebulan
sekali Ibu biasa kontrol. Jika gulanya sedang bagus aku slalu bergegas
ke cafe lantai 3 membelikan roti keju atau roti abon kesenangan beliau.
Dan beliau tersenyum gembira, moment yang sangat membuat diriku sangat
berguna sebagai seorang anak yang berbakti kepada ibunda tercinta.
Kenangan tentang Ibu adalah kenangan malam terakhir di saat aku tidur
menemaninya di rumah sakit, Biasanya Ibu tidur menghadap langit-langit,
tetapi pada malam itu beliau tidur mengahadap kanan seraya menatap
diriku yang sedang tidur di kasur bawah. “Ma, belum tidut?”, “Nggak bisa
tidur, pengen cepat pulang ke rumah”. Seolah beliau tahu bahwa malam
ini malam terakhirnya, maka wajahnya menatapku sementara aku tertidur
pulas kelelahan sehabis pulang kerja.Ibu begitu ramah dan ‘welcome’
menghadapi malaikat maut Banyak kulihat orang berada dalam proses
sakaratul maut, tapi bagiku proses Ibu adalah yang terindah dan
terlembut
Kenangan tentang Ibu adalah pandangannya yang tajam dan menembus jauh
di saat menjelang kepergiannya. 3 jam sebelum kepergian beliau, aku
pamit pulang untuk mengambil baju dan perlengkapan lainnya, Andai saja
saat itu aku tahu, pasti aku akan menemani dan berbincang terakhir
dengan beliau, bibiku sempat bilang sebelum kondisi Ibu drop beliau
minta dikecup keningnya dan diusap tangannya, hal yang sering aku
lakukan saat aku datang menunggu ataupun saat aku akan pergi dari rumah
sakit.
Kenangan tentang Ibu adalah di saat aku memandang jasad Ibu yang sudah
ditinggalkan ruhnya menuju arsy. Aku telepon satu persatu kakak-kakak,
saudara dan kerabat, entah kenapa perasaan ikhlas dan tenang datang
menghampiriku sementara justru orang-orang yang aku telepon menangis
tersedu-sedu. Semua tidak percaya Ibu pergi begitu cepat, kondisinya
memang sudah membaik meski sempat di ICU selama 3 hari, bahkan dokter
akan mengijinkan pulang, namun takdir berkata lain. Alloh sayang kepada
Ibu dan keluarganya sehingga beliau wafat dalam kondisi yang sehat,
bukan di ruang ICU dengan memakai alat-alat Bantu pernafasan.
Kenangan tentang Ibu adalah saat memandikan jenazahnya yang begitu
ringan dan singkat. Ibu dulu yang memandikan kami sambil menyanyikan
lagu dengan wajah tersenyum. Dan kini kami yang memandikan Ibu sambil
mencoba tersenyum dan memanjatkan doa-doa. Kenangan tentang Ibu adalah
wajah Ibu yang kembali muda, segar dan cantik sesudah kami mandikan.
Seolah semua tanda-tanda bekas sakit..hilang dari wajah Ibuku tercinta.
Melihat wajah Ibu yang tersenyum membuat wajahku tersenyum melepas
kepergiannya, meskipun di dalam dada ini bergejolak rasanya dan
Alhamdulillah ada “bendungan besar” yang mampu menahan jatuhnya air
mataku sejak di rumah sakit hingga mencium wajahnya untuk terakhir
kali.
Kenangan tentang Ibu adalah kedatangan Ibu di mimpi-mimpiku di saat aku merindukannyaUntuk Ibunda tercinta….
Maafkan
aku jika hanya sedikit waktu luang yang kuberikan padamu sementara
dirimu mencurahkan seluruh waktumu dari aku lahir hingga saat ini.
Maafkan aku yang terkadang kurang sabar menghadapimu sementara hatimu
seluas samudra dan slalu memahamiku. Dan benar aku tak bisa berhenti
menulis dan menangis…jika tentang Ibuku.Maka seperti biasanya aku akan
berdoa untuk menghentikan tangisanku..Allahummaghfirlaha…Ya Allah
ampunilah ia…Ibuku tercinta Warhamha…..Sayangilah
iaWa’afiha…..Tinggikanlah derajatnyaWa’fu’anha…..Maafkanlah ia Wa laa
tahrim ajroha…Jangan halangi balasan pahala untuknyaWa laa taftinna
ba’daha….Jangan datangkan fitnah sesudah kepergiannyaWa akrim
nuzulaha….Muliakanlah kedatangannya. Wa wasi’ madkholaha….Lapangkanlah
jalan masuknyaWannawir quburaha…
Terangilah kuburnyaWaj’al Jannatal matswaha…Dan jadikanlah surga
sebagai tempat tinggalnyaWarzuqha…bi Rahmatika ya Arhama Raahimin.
Serta berikanlah ia rizki dengan rahmatMu ya Allah yang Pengasih dan
PenyayangAir mataku pun berhenti…karena aku yakin Ibu kini berada dalam
kesentausaan di sisiNya. Amin
Best regards,Fadhil Fraya, AMd
Librarian
STIPAP Medan
fadhil_fraya@yahoo.co.id
http://www.stipap.ac.id/
Librarian
STIPAP Medan
fadhil_fraya@yahoo.co.id
http://www.stipap.ac.id/
0 komentar:
Posting Komentar